peduliwni.com – Gimana rasanya jadi perantau di negeri orang, jauh dari keluarga, tapi tetap semangat buat berkarya dan belajar? Nah, kisah ini bukan cuma tentang kerja banting tulang di negeri rantau, tapi juga tentang perjuangan, semangat, dan mimpi-mimpi yang tertuang lewat kata. Ya, inilah kisah luar biasa dari para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang berhasil menuangkan cerita hidup mereka dalam sebuah buku antologi berjudul “Di Bawah Bayang-Bayang Patung Merlion.” Peluncuran buku ini jadi momen istimewa di KBRI Singapura, dan pastinya jadi bukti bahwa kata bisa jadi rumah untuk rindu dan harapan.
Bukan sekadar kumpulan tulisan, buku ini adalah suara hati para PMI yang berkarya di negeri rantau. Di balik setiap cerita, ada peluh, air mata, tawa, dan impian yang terus hidup meski jauh dari tanah air. Yuk, mari kita kupas lebih dalam di artikel ini, tentang makna dan pesan kuat dari peluncuran buku inspiratif ini!
Kisah-Kisah Perjuangan dari Negeri Singa
Di setiap halaman “Di Bawah Bayang-Bayang Patung Merlion”, kamu akan menemukan potongan hidup yang jujur dan emosional. Para penulisnya? Mereka bukan penulis profesional, tapi para PMI yang bekerja dan belajar di Singapura. Sebagian besar dari mereka juga belajar di Universitas Terbuka (UT) dan PKBM Sekolah Indonesia Singapura (SIS). Tapi siapa sangka, tulisan mereka bisa menyentuh hati siapa saja yang membacanya?
Rindu yang Tak Pernah Usai
Salah satu tema yang paling sering muncul adalah soal rindu. Bayangin aja, kerja di luar negeri, nggak bisa sering pulang, bahkan kadang cuma bisa video call sebentar karena sibuk. Dalam buku ini, kamu bakal baca kisah-kisah tentang kerinduan PMI pada keluarga di tanah air. Rindu ibu, anak, pasangan, bahkan kampung halaman yang cuma bisa dilihat dari foto-foto lama. Tapi justru karena rindu itu, mereka terus kuat dan bertahan.
Hidup di Negeri Asing Nggak Selalu Mudah
Jangan kira tinggal di luar negeri itu selalu menyenangkan. Banyak dari para PMI yang berkarya di negeri rantau ini harus menghadapi realita pahit. Mulai dari masalah bahasa, budaya yang berbeda, sampai perlakuan yang kadang nggak adil. Tapi dari cerita-cerita mereka, kamu bakal lihat gimana mereka tetap bertahan, bangkit, dan nggak kehilangan jati diri.
Belajar Tak Mengenal Usia dan Tempat
Yang keren dari mereka, meski kerja dari pagi sampai malam, semangat belajarnya tetap membara. Ada yang ikut kuliah jarak jauh di UT, ada juga yang ikut PKBM di Sekolah Indonesia Singapura. Di sela-sela kesibukan, mereka tetap menulis. Buat mereka, menulis itu seperti terapi, pelampiasan dari rasa lelah, rindu, dan harapan yang kadang sulit diungkap lisan.
Diplomasi Budaya Lewat Sastra
Peluncuran buku ini bukan cuma soal launching biasa. Acara yang digelar di KBRI Singapura pada 25 Mei 2025 ini juga dihadiri oleh perwakilan KBRI. Mereka mengapresiasi semangat para PMI dan menekankan pentingnya literasi sebagai bagian dari diplomasi kebudayaan Indonesia. Lewat karya seperti ini, dunia bisa melihat sisi lain dari para PMI, bukan cuma sebagai pekerja, tapi juga sebagai seniman, penulis, dan bagian dari wajah budaya Indonesia.
Saat Kata Menyatukan Hati
Yang bikin suasana makin emosional, para penulis buku ini juga sempat membacakan kutipan karya mereka langsung di acara peluncuran. Banyak yang nggak bisa nahan air mata, karena cerita yang dibacakan terasa dekat di hati. Ada kisah tentang ibu yang ditinggal anaknya di kampung, tentang semangat mengejar ijazah di usia 40-an, sampai cerita kecil penuh makna tentang secangkir kopi di malam hari.
Karya Ini Lebih dari Sekadar Buku
“Di Bawah Bayang-Bayang Patung Merlion” bukan cuma kumpulan cerita. Buku ini jadi simbol keberanian, eksistensi, dan suara yang selama ini sering tak terdengar. Lewat tulisan, para PMI ini membuktikan bahwa mereka bukan sekadar roda ekonomi, tapi pelaku budaya yang aktif dan kreatif. Mereka menulis bukan buat terkenal, tapi buat dikenang, dipahami, dan dihargai.
IPPMI dan para penulis berharap buku ini bisa jadi inspirasi untuk PMI di mana pun berada. Mereka ingin menyampaikan pesan bahwa siapa pun bisa berkarya, asal ada niat dan tekad. Harapannya, makin banyak PMI yang berani mengekspresikan diri lewat sastra dan seni. Siapa tahu, dari sebuah tulisan sederhana, lahir perubahan besar.
Baca juga: Informasi Kontak, Alamat dan Fungsi Kedutaan Besar Irak di Indonesia
Jangan Takut untuk Menulis
Menulis itu bukan soal keren-kerenan. Menulis itu soal kejujuran, tentang menyampaikan isi hati. Lewat buku ini, para PMI membuktikan bahwa menulis bisa jadi alat penyembuh, penguat, dan pengingat. Buat kamu yang juga sedang merantau, kenapa nggak coba mulai menulis? Bisa diari, puisi, atau cerpen. Siapa tahu, suatu saat kamu juga punya buku sendiri yang bisa menginspirasi banyak orang.
PMI yang Berkarya di Negeri Rantau
Peluncuran buku “Di Bawah Bayang-Bayang Patung Merlion” ini bukan hanya perayaan literasi, tapi juga perayaan keberanian. Para PMI yang berkarya di negeri rantau telah menunjukkan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk berkarya dan berdaya. Mereka tak hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, tapi juga menulis untuk menghidupkan mimpi dan harapan.
Buku ini adalah bukti nyata bahwa siapa pun bisa jadi penulis, bahkan di tengah hiruk pikuk kehidupan sebagai perantau. Jadi, jangan pernah remehkan kekuatan kata. Karena bisa jadi, di balik kalimat yang kamu tulis, ada banyak hati yang ikut tergerak.