Peduliwni.com – Saat menyebut Maladewa, pikiran langsung melayang ke hamparan laut biru kehijauan, resort mewah di atas air, dan liburan romantis yang menggoda. Tapi tunggu dulu. Di balik kemewahan dan ketenangan itu, ada sesuatu yang jauh lebih dalam dan menarik yakni Budaya Maladewa daerah Male, ibu kota yang semarak dan penuh kejutan. Male bukan sekadar titik transit menuju pulau-pulau eksotis. Kota kecil yang padat ini menyimpan denyut nadi budaya Maladewa yang sesungguhnya.
Di sinilah jejak sejarah, agama, seni, dan kehidupan sehari-hari berpadu membentuk identitas unik yang jarang tersorot kamera turis. Mari menyelami kehidupan lokal yang tersembunyi di balik tirai pariwisata, dan temukan seperti apa sebenarnya Budaya Maladewa daerah Male. Yuk simak pembahasannya di bawah ini ya!
1. Akar Budaya yang Dipengaruhi Banyak Bangsa
Budaya Maladewa di Male tidak lahir dari ruang kosong. Ia dibentuk dari perpaduan sejarah panjang pengaruh India, Arab, Afrika Timur, bahkan Eropa. Letak geografis Maladewa yang strategis di jalur perdagangan samudra membuatnya sejak lama menjadi persinggahan para pelaut dan pedagang dari berbagai penjuru dunia.
Hal ini tercermin dalam kehidupan masyarakat Male yang sangat terbuka, hangat, dan akrab dengan konsep keberagaman. Dalam bahasa, misalnya, bahasa Dhivehi yang di gunakan sehari-hari mengandung banyak kosakata dari bahasa Arab, Persia, bahkan Hindi. Tapi, keunikan itu tidak membuat identitas lokal mereka luntur. Justru sebaliknya, kebanggaan terhadap warisan budaya sangat kuat terasa di setiap sudut kota.
2. Agama sebagai Tulang Punggung Budaya
Islam adalah agama resmi dan menjadi pusat dari hampir semua aspek kehidupan di Male. Masjid-masjid megah dan kecil tersebar di seluruh kota, dengan Masjid Jumat (Hukuru Miskiy) sebagai ikon sejarah yang berdiri sejak abad ke-17. Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tapi juga simbol peradaban dan seni arsitektur lokal.
Nilai-nilai Islam meresap dalam adat istiadat, cara berpakaian, sampai pola makan. Tapi jangan bayangkan suasananya kaku atau membatasi kreativitas. Di Male, Anda akan melihat bagaimana budaya religius berpadu harmonis dengan kehidupan modern. Warga tetap aktif bermedia sosial, berpakaian stylish, dan menikmati waktu santai bersama keluarga di taman-taman kota tanpa melupakan nilai-nilai spiritual.
Baca juga: Nelayan Indonesia di Korsel Dipertimbangkan Jadi Warga Korea! Ini Alasannya!
3. Seni dan Musik, Ekspresi Jiwa yang Dinamis
Budaya Maladewa daerah Male juga hidup melalui seni, terutama musik dan tarian tradisional. Boduberu adalah salah satu bentuk seni musik paling khas, di mainkan dengan drum besar yang menghasilkan ritme cepat dan penuh energi. Biasanya di mainkan secara berkelompok oleh laki-laki sambil menari dan bernyanyi dalam suasana penuh semangat. Boduberu bukan sekadar hiburan, tapi juga ritual sosial yang mempererat kebersamaan.
Selain itu, seni ukir dan kaligrafi Islam menjadi bagian penting dari ekspresi artistik. Di dinding masjid, pintu rumah tua, dan bahkan di ornamen perahu dhoni, Anda bisa menemukan ukiran halus yang menceritakan kisah spiritual dan kehidupan sehari-hari.
4. Pakaian Tradisional yang Sarat Makna
Meskipun pengaruh modern terlihat jelas, pakaian tradisional masih sering dikenakan pada acara-acara resmi dan keagamaan. Pria biasanya mengenakan sarung (feyli) berwarna gelap dengan garis putih di pinggirnya, di padukan dengan kemeja longgar. Sementara perempuan memakai libaas, gaun panjang berhias bordir rumit yang indah, sering kali di sertai selendang atau penutup kepala.
Pakaian ini bukan cuma soal estetika. Setiap pola dan warna membawa makna simbolis yang mencerminkan status sosial, asal-usul keluarga, hingga momen kehidupan seperti pernikahan atau hari besar keagamaan.
5. Kluiner, Cita Rasa Samudra
Budaya Maladewa daerah Male juga tak bisa di lepaskan dari makanan. Ikan tuna adalah bahan utama yang mendominasi hampir semua masakan lokal. Hidangan seperti mas huni (campuran tuna, kelapa parut, dan bawang) atau garudhiya (sup ikan bening) adalah makanan sehari-hari yang menggoda selera.
Rasa pedas dan aroma rempah dari India terasa kuat, tapi tetap mempertahankan ciri khas lokal yang sederhana dan segar. Jangan lewatkan roshi, semacam roti pipih yang biasa di santap bersama hidangan lainnya. Dan tentu saja, teh manis panas atau kopi lokal jadi teman setia di sore hari saat duduk santai menatap laut.
6. Upacara dan Perayaan yang Meriah
Walau tidak banyak perayaan besar yang di izinkan secara nasional karena aturan keagamaan, namun kehidupan masyarakat Male tetap penuh warna. Perayaan Hari Kemerdekaan, misalnya, di rayakan dengan parade, pertunjukan budaya, dan dekorasi meriah di seluruh kota.
Ada juga momen keagamaan seperti Ramadhan dan Idul Fitri yang di rayakan dengan semangat tinggi. Di saat-saat seperti itu, Anda bisa merasakan kehangatan komunitas dan betapa eratnya hubungan antartetangga. Setiap rumah membuka pintunya, makanan di bagikan, dan senyum saling di lemparkan di antara wangi kue-kue tradisional.
Baca juga: Langkah Tegas Prabowo di KTT ASEAN ke-46
Male, Pusat Denyut Budaya Maladewa
Budaya Maladewa daerah Male adalah potret hidup dari warisan yang terus bernapas. Di tengah modernitas, tradisi tetap di jaga. Di antara kesibukan kota kecil itu, nilai-nilai luhur tetap di peluk erat. Dan di balik wajah santai para warganya, tersembunyi semangat untuk terus menjaga jati diri.
Jadi, kalau Anda berkunjung ke Maladewa, jangan buru-buru lompat ke resort. Luangkan waktu menyusuri jalanan sempit Male, menyapa warga lokal, mencicipi makanan rumahan, dan menyerap atmosfer budaya yang nggak Anda temukan di brosur wisata. Karena justru di sinilah, Maladewa menunjukkan wajah sejatinya.